Semalam
penuh kami menempuh perjalanan dengan satu mobil dari STAIN Ponorogo menuju UIN
Malang, kami berbondong-bondong demi mengikuti secara langsung seminar dengan
nara sumber Prof.H. M.Mahfud.MD, dan Drs Saad… yang di laksanakan oleh panitia
pekan raya syari’ah Universitas Islam Negeri Malang. Kedua pembicara dalam seminar
tersebut merupakan sosok negarawan yang sangat di nantikan
pemikiran-pemikiranya demi menghilangkan rasa kehausan bagi para manusia yang
selalu haus akan ilmu pengetahuan, begitulah ungkapan dari rektor UIN Malang
dalam sambutanya. Seminar pecan raya kali ini mengambil tema “ REVITALISASI
NILAI SYARI’AH DALAM HUKUM NASIONAL ”, kami rasa tema ini sangat sesuai dengan
perkembangan zaman khususnya dalam bidangan ilmu pengetahuan hukum di Indonesia
yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Prof M.Mahfud.MD dalam seminar
tersebut memulai presentasinya di hadapan para audien dengan dua pertanyaan akademis, yakni: 1).
Apakah hukum islam bisa berlaku di Indonesia, 2). Dimana dan bagaimana hukum
islam di berlakukan?.
Seorang
tokoh negarawan yang baik, Prof .M.Mahfud.MD dan Dr, Saad… selalu menyampaikan
terlebih dahulu bahwa Negara Indonesia bukan Negara islam melainkan Negara pancasila
sebagai ideology tertinggi dengan satu
alat kendali yakni reschtrat ( hukum)
sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 UUD 1945, hal ini disampaikan agar para
audien tidak terjebak dalam memahami konsep-konsep dasar tatanan Negara serta
hukum yang ada di Indonesia. Indonesia yang berlandaskan diri dengan ideology
pancasila dinilai sudah final, dengan demikian antara sila pertama,kedua,ketiga,keempat
dan kelima tidak boleh bertentangan, misalnya sila tentang “Ketuhanan Yang Maha
Esa” tidak boleh bertentangan dengan sila “kemanusiaan yang adil dan beradab”
dan begitu seterusnya, memahami tentang sila “ Ketuhanan Yang Maha Esa” berarti
setiap orang boleh memberlakukan hukum bagi dirinya sesuai dengan keyakinan
agamanya, namun bukan berarti hukum yang diberlakukan tersebut dapat dilakukan
eksekusi begitu saja tanpa adanya pengesahan dari Negara, misalnya dalam islam
sudah aturan-aturan hukum yang terkodifikasi dalam bentuk kitab yakni fiqih,
namun tidak dapat dilakukan eksekusi oleh Negara karena sifatnya yang masih
sukarela, dengan demikian bernegara menjadi sebuah kebutuhan yang teramat
penting. Demikianlah tambahan Dr Saad.. ketika menyampaikan gagasanya
Bernegara merupakan sebuah fitrah dari Yang
Maha Tinggi, namun demikian tidak di perbolehkan setiap orang/golongan yang
karena agamanya mendirikan Negara yang kemudian memberlakukan hukum sesuai
dengan agamanya sendiri-sendiri, karena orang Indonesia tidak hanya menganut
satu agama melainkan berbagai agama. Dalam kaitanya dengan revitalisasi hukum
islam dengan hukum nasional, memberikan isyarat bahwa agama itu harus di jadikan
sebagai sumber hukum, bukan sebagai hukum yang di berlakukan. Pada posisi ini
Prof M.Mahfud.MD memberikan argumen sebagai berikut:
v Negara
tidak memberlakukan hukum islam tetapi memproteksinya.
Menurut
sifatnya, hukum di Indonesia harus mampu memberikan pelayanan tanpa pandang
bulu atau labeling agama, hal ini dikarenakan agama yang dianut di Indonesia bukan
hanya satu agama saja. Dengan demikian Negara Indonesia tidak menjalankan hukum
islam akan tetapi memproteksi atau mengambil nilai-nilai hukum yang ada di
islam dalam hukum nasional,sehingga agama Islam dapat di jadikan sebagai sumber
hukum materil (bahan hukum)
v
Sumber hukum materil
Agama memang merupakan sumber bahan
hukum, namun demikian harus memperhatikan faktor sejarah, sosiologis, dan
filosofis bangsa Indonesia, karena ketiga faktorlah yang merupakan ciri-ciri
bahan hukum.
v
Bereklektis dengan dengan sumber hukum
meteril yang lain untuk menjadi sumber hukum formal.
Maksud dari berekleksi disini bahwa dalam
hukum publik Negara dalam membentuk hukum formal tidak hanya memperhatikan satu
agama saja, melainkan harus mengambil nilai-nilai yang di kandung oleh agama sebagai
bahan dalam hukum NKRI. Namun untuk hukum privat berlaku pasal 163 IS (dirilis
tahun 1948), penggolongan penduduk,hukum perdata bersifat sukarela dll.
Revitalisasi hukum dalam islam dapat melalui substansi syari’ah, misal dalam
islam dalam bernegara harus memperhatikan syarat amar ma’ruf nahi munkar yang kemudian
muncul ekonomi syari’ah dan sejenisnya, inilah maksud dari sifat hukum yang
melayani penduduknya memegang prinsip agamanya.
Dalam kenyataanya kaum muslimin telah mengalami mobilitas
yang begitu cepat, hal ini dapat dilihat bahwa banyak Negara-negara dunia yang
di banjiri kaum muslimin dan semua ingin bersyari’ah dalam hidupnya, misal
Amerika Serikat,Thailand dan Australia membuat policy wisata syari’ah, apalagi
Indonesia yang mayoritas penduduknya islam. Hukum syari’ah di Indonesia sudah
mulai berpengaruh di dalam hukum nasional, sebagai bukti yang konkrit adalah
disahkanya undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974 dan KHI,dimana
undang-undang tersebut berlaku secara nasional. Di akhir pendiskripsianya Prof
M.Mahfud.MD menjelaskan bahwa hukum islam tidak serta merta di terapkan begitu
saja, sehingga nilai-nilai yang ada di islam-lah yang harus dibawa para Dewan
dan pejabat lain dalam menjalankan roda pemerintahan ini,sehingga keadilan
dalam konsep agama dapat terealisasikan kedalam system kenegaraan dewasa ini,begitulah
kurang lebih jawaban dari kedua pertanyaan akademis diatas.
Nb:
tulisan ini masih dlm perbaikan, kepada temen2 (khususnya yang kemarin
mengikuti seminar)bisa memberikan pembenahan.dan selamat membaca.!!!!!
Semalam
penuh kami menempuh perjalanan dengan satu mobil dari STAIN Ponorogo menuju UIN
Malang, kami berbondong-bondong demi mengikuti secara langsung seminar dengan
nara sumber Prof.H. M.Mahfud.MD, dan Drs Saad… yang di laksanakan oleh panitia
pekan raya syari’ah Universitas Islam Negeri Malang. Kedua pembicara dalam seminar
tersebut merupakan sosok negarawan yang sangat di nantikan
pemikiran-pemikiranya demi menghilangkan rasa kehausan bagi para manusia yang
selalu haus akan ilmu pengetahuan, begitulah ungkapan dari rektor UIN Malang
dalam sambutanya. Seminar pecan raya kali ini mengambil tema “ REVITALISASI
NILAI SYARI’AH DALAM HUKUM NASIONAL ”, kami rasa tema ini sangat sesuai dengan
perkembangan zaman khususnya dalam bidangan ilmu pengetahuan hukum di Indonesia
yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Prof M.Mahfud.MD dalam seminar
tersebut memulai presentasinya di hadapan para audien dengan dua pertanyaan akademis, yakni: 1).
Apakah hukum islam bisa berlaku di Indonesia, 2). Dimana dan bagaimana hukum
islam di berlakukan?.
Seorang
tokoh negarawan yang baik, Prof .M.Mahfud.MD dan Dr, Saad… selalu menyampaikan
terlebih dahulu bahwa Negara Indonesia bukan Negara islam melainkan Negara pancasila
sebagai ideology tertinggi dengan satu
alat kendali yakni reschtrat ( hukum)
sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 UUD 1945, hal ini disampaikan agar para
audien tidak terjebak dalam memahami konsep-konsep dasar tatanan Negara serta
hukum yang ada di Indonesia. Indonesia yang berlandaskan diri dengan ideology
pancasila dinilai sudah final, dengan demikian antara sila pertama,kedua,ketiga,keempat
dan kelima tidak boleh bertentangan, misalnya sila tentang “Ketuhanan Yang Maha
Esa” tidak boleh bertentangan dengan sila “kemanusiaan yang adil dan beradab”
dan begitu seterusnya, memahami tentang sila “ Ketuhanan Yang Maha Esa” berarti
setiap orang boleh memberlakukan hukum bagi dirinya sesuai dengan keyakinan
agamanya, namun bukan berarti hukum yang diberlakukan tersebut dapat dilakukan
eksekusi begitu saja tanpa adanya pengesahan dari Negara, misalnya dalam islam
sudah aturan-aturan hukum yang terkodifikasi dalam bentuk kitab yakni fiqih,
namun tidak dapat dilakukan eksekusi oleh Negara karena sifatnya yang masih
sukarela, dengan demikian bernegara menjadi sebuah kebutuhan yang teramat
penting. Demikianlah tambahan Dr Saad.. ketika menyampaikan gagasanya
Bernegara merupakan sebuah fitrah dari Yang
Maha Tinggi, namun demikian tidak di perbolehkan setiap orang/golongan yang
karena agamanya mendirikan Negara yang kemudian memberlakukan hukum sesuai
dengan agamanya sendiri-sendiri, karena orang Indonesia tidak hanya menganut
satu agama melainkan berbagai agama. Dalam kaitanya dengan revitalisasi hukum
islam dengan hukum nasional, memberikan isyarat bahwa agama itu harus di jadikan
sebagai sumber hukum, bukan sebagai hukum yang di berlakukan. Pada posisi ini
Prof M.Mahfud.MD memberikan argumen sebagai berikut:
v Negara
tidak memberlakukan hukum islam tetapi memproteksinya.
Menurut
sifatnya, hukum di Indonesia harus mampu memberikan pelayanan tanpa pandang
bulu atau labeling agama, hal ini dikarenakan agama yang dianut di Indonesia bukan
hanya satu agama saja. Dengan demikian Negara Indonesia tidak menjalankan hukum
islam akan tetapi memproteksi atau mengambil nilai-nilai hukum yang ada di
islam dalam hukum nasional,sehingga agama Islam dapat di jadikan sebagai sumber
hukum materil (bahan hukum)
v
Sumber hukum materil
Agama memang merupakan sumber bahan
hukum, namun demikian harus memperhatikan faktor sejarah, sosiologis, dan
filosofis bangsa Indonesia, karena ketiga faktorlah yang merupakan ciri-ciri
bahan hukum.
v
Bereklektis dengan dengan sumber hukum
meteril yang lain untuk menjadi sumber hukum formal.
Maksud dari berekleksi disini bahwa dalam
hukum publik Negara dalam membentuk hukum formal tidak hanya memperhatikan satu
agama saja, melainkan harus mengambil nilai-nilai yang di kandung oleh agama sebagai
bahan dalam hukum NKRI. Namun untuk hukum privat berlaku pasal 163 IS (dirilis
tahun 1948), penggolongan penduduk,hukum perdata bersifat sukarela dll.
Revitalisasi hukum dalam islam dapat melalui substansi syari’ah, misal dalam
islam dalam bernegara harus memperhatikan syarat amar ma’ruf nahi munkar yang kemudian
muncul ekonomi syari’ah dan sejenisnya, inilah maksud dari sifat hukum yang
melayani penduduknya memegang prinsip agamanya.
Dalam kenyataanya kaum muslimin telah mengalami mobilitas
yang begitu cepat, hal ini dapat dilihat bahwa banyak Negara-negara dunia yang
di banjiri kaum muslimin dan semua ingin bersyari’ah dalam hidupnya, misal
Amerika Serikat,Thailand dan Australia membuat policy wisata syari’ah, apalagi
Indonesia yang mayoritas penduduknya islam. Hukum syari’ah di Indonesia sudah
mulai berpengaruh di dalam hukum nasional, sebagai bukti yang konkrit adalah
disahkanya undang-undang perkawinan No 1 Tahun 1974 dan KHI,dimana
undang-undang tersebut berlaku secara nasional. Di akhir pendiskripsianya Prof
M.Mahfud.MD menjelaskan bahwa hukum islam tidak serta merta di terapkan begitu
saja, sehingga nilai-nilai yang ada di islam-lah yang harus dibawa para Dewan
dan pejabat lain dalam menjalankan roda pemerintahan ini,sehingga keadilan
dalam konsep agama dapat terealisasikan kedalam system kenegaraan dewasa ini,begitulah
kurang lebih jawaban dari kedua pertanyaan akademis diatas.
Nb:
tulisan ini masih dlm perbaikan, kepada temen2 (khususnya yang kemarin
mengikuti seminar)bisa memberikan pembenahan.dan selamat membaca.!!!!!